53


Tenun di Sumatra

Oleh: Ivone De Carlo

Dalam rangka memperingati hari Tenun yang jatuh pada tanggal 7 September, maka perpustakaan Balai Besar Kerajinan dan Batik, BBKB mengajak sobat industri untuk sejenak mengenal tenun di Sumatra melalui koleksi perpustakaan BBKB.  Tenun adalah salah satu seni tradisional yang ada di Sumatra, lebih dikenal dengan nama yang spesifik seperti ulos, songket, ataupun tapis.

Ulos dikenal sebagai tenunan yang berasal dari Sumatra Utara.  Melalui buku cerita Kain Songket Mak Engket, sobat industri  diajak untuk mengenal jenis tenunan lain yang berasal dari daerah tersebut.  

Sejak beberapa tahun belakangan ini, perpustakaan BBKB menambah koleksi dengan genre buku non fiksi, yaitu cerita anak.  Selain fungsi rekreasi, kehadiran buku cerita ini dapat mengenalkan anak-anak dengan kekayaan bangsa Indonesia, khususnya tenun.  Dengan mengenal diharapkan akan tumbuh rasa cinta seperti ungkapan dalam bahasa Jawa Witing Tresno Jalaran Soko,Kulino. Semoga.

Berikut sampul depan dan sinopsis dari buku-buku tersebut.  Selamat menikmati.

Buku Kain Songket Mak Engket ditulis Wylvera Windayana dan diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pada 2018.

Tiara ingin menghabiskan liburannya di Medan.  Ia ingin melakukan riset kecil-kecilan tentang kain songket Melayu Deli.

Mak Engket menyambut gembira kedatangan Tiara, cucu kesayangannya.  Namun tidak dengan Hasnah, putri Uak Rusadi yang masih menyimpan rasa benci pada Tiara.

Ketika Mak Engket memilih  Tiara menjadi putri untuk membawakan tepak pada lomba tari Persembahan, tragedi pun dimulai.  Kain songket berwarna kuning emas kesayangan Mak Engket hilang.

Apa yang terjadi setelah kain songket itu hilang?  Siapa kah yang telah mencuri kain songket Mak Engket.  Silakan baca ceritanya sampai akhir.

Buku Kain Ulos Danau Toba ditulis Threes Emir dan diterbitkan  oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2017.

Memaparkan bagaimana dan berapa lama pembuatan selembar kain ulos, yang disertai foto-foto menarik.  Terdapat pula informasi mengenai permasalahan dalam memasarkan kain ulos serta tips pemecahan yang diberikan oleh ahlinya, yaitu tim MarkPlus.

Buku Ulos: Seni Tenun Budaya Batak Kearifan Lokal & Perekat Persaudaraan ditulis OK. Sahril dan Syaifuddin Zuhri Harahap, diterbitkan oleh Penerbit Partama Mitra Sari pada 2015.

Ulos dikenal sebagai jati diri orang Batak sesuai dengan budaya dan adatnya. Suku Batak sering menyebut dirinya sebagai Bangso Batak.  Hal tersebut sesuai dengan sejarah yang melekat pada suku tersebut.  Dahulu suku Batak  sudah memiliki kerajaan sendiri.  Hal tersebut ditandai dengan eksistensinya sebagai suku yang telah mardebata mulajadi nabolon (pencipta yang maha besar), memiliki surat aksara Batak, dan sudah pernah memiliki uang tukar yakni Ringgit Batak (Ringgit Sitio Suara) uning-uningan na marragam ( musik yang beraneka ragam), memiliki budaya, dan hukum adat tersendiri.

Salah satu hasil karya seni masyarakat etnis Batak Toba adalah ulos.  Hasil karya yang penuh dengan nilai-nilai estetika dan sekaligus sebagai bagian dari hakekat masyarakat suku itu sendiri.  Sebagai sebuah hasil karya yang telah memiliki makna yang tinggi, ulos telah menjadi bagian dari sebuah identitas yang memiliki nilai kultur yang tinggi serta mengandung makna ekonomi dan juga sosial.

Kehadiran buku ini juga menyahuti Kurikulum 2013, di mana salah satu mata pelajaran yang penting tersebut adalah Seni Budaya. Oleh sebab itu buku ini dapat dijadikan pegangan bagi guru yang mengampu mata peajaran Seni Budaya di tingkat SMP/MTs.  

Buku Aneka Ragam Ulos Adat dan Pakaian Tradisional Daerah Sumatra Utara diterbitkan oleh Proyek Bipik Kanwil Dinas Perindustrian Provinsi Sumatra Utara tahun 1981.

Ulos adalah selembar kain yang ditenun untuk keperluan acara adat, selimut, dan sebagai penutup badan sehari-hari.  Di antara jenis ulos yang mengandung arti simbolik ialah ulos Batak.  Pengertian simboliknya adalah berupa alat melindungi roh (mangulosi tondi) dan mendatangkan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.  Umumnya pada ulos ini terdapat ragam hias.  Ulos yang diuraikan dalam buku ini berasal dari beberapa daerah dengan cakupan fungsi/makna, dipergunakan oleh, makna, serta data teknis

Buku Kain Tenun Minangkabau: Narasi Masyarakatnya ditulis Nian S Djoemna dan diterbitkan oleh Indonesia Kebanggaanku tahun 2015

Ketika berpartisipasi dalam suatu upacara, baik laki-laki maupun perempuan harus mematuhi tata cara berbusana yang sudah digariskan oleh adat.  Setiap fungsi dan peran dalam upacara direpresentasikan oleh busana tertentu.  Pentingnya busana dalam kehidupan Urang Minang tentu sangat terkait dengan perkembangan kegiatan menenun di Minangkabau yang telah menyediakan berbagai variasi corak, bentuk, jenis, bahan, ukuran, dan warna kain tenun sesuai dengan wilayah yang menghasilkannya dan pengaruh luar yang diterima setiap wilayah penghasil tenun.

Buku Seni Tenun Songket: Nagari Pandai Sikek, Sepuluh Koto Tanah Datar ditulis Eny Chirstywaty dan Ernawati P, diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2013.

Penerbitan buku ini merupakan bagian dari Kegiatan Pencatatan Kekayaan Budaya Takbenda dalam Tahun Anggaran 2013.  Tujuannya adalah untuk memperkenalkan kepada masyarakat salah satu kekayaan budaya takbenda Indonesia, yaitu kain tradisional.

 

Kain tradisional adalah salah satu wujud dari Warisan Budaya Takbenda dalam lingkup kemahiran kerajinan tradisional.  

Buku ini memberikan keterangan mengenai tenun Pandai Sikek yang sangat terkenal dan usaha untuk melestarikan melalui pola pewarisan yang diatur oleh adat.  

Buku Hj. Evi Meiroza Herman: Songket dan Budaya Melayu Riau ditulis Hirfan Nur dan diterbitkan oleh Unri Press pada tahun  2005

Hj Evi Meirza Herman mencintai tenun, yang merupakan salah satu unsur kebudayaan Melayu.  Kecintaan yang diwujudkan dalam berbagai  aktivitas seperti belajar tenun pada siapa saja, melakukan eksperimen, dan mengikuti ekspo di tingkat internasional.  Hal tersebut dilakukan  juga dalam upaya melestarikan tenun.  Demikian juga dengan penulisan buku ini.  Sebuah buku sebagai gambaran salah satu upaya pelestarian.    Buku Corak dan Ragi Tenun Melayu Riau ini ditulis oleh Abdul Malik dkk, diterbitkan oleh Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu pada tahun 2004

Sebagai salah satu wilayah yang memiliki sejarah kesultanan-kesultanan besar di masa lampau, melayu Riau menyimpan kekayaan seni berpakaian yang tinggi.  Unsur terpenting dari pakaian tradisional Melayu adalah songket.  Ciri khas kain tenun songket terletak pada hiasannya yang dibuat dari benang emas atau perak. Corak (motif) dan ragi (desain) tenun songket sangat indah, beraneka ragam, dan masing-masing memiliki makna dan falsafah yang tinggi serta tata cara penempatan tertentu.  Selain songket, kain tradisional Melayu yang lain adalah cindai dan kain tekat.  Sayangnya pada saat ini tidak banyak lagi orang Melayu  yang benar-benar mengenal tenun songket.  Songket hanya dipakai oleh kalangan tertentu, dan pada kesempatan tertentu pula.  Berbagai langkah strategis harus diambil pemerintah daerah dan tokoh-tokoh masyarakat untuk mempopulerkan kembali keberadaan tenun songket, jika mungkin bahkan mengangkatnya ke tingkat nasional dan internasional.

Buku ini diterbitkan dengan harapan dapat menumbuhkan kembali rasa cinta masyarakat melayu, khususnya, serta masyarakat Indonesia umumnya, pada kain songket.  Sejarah, penjelasan makna berbagai corak, serta foto-foto yang menampilkan keindahan dan keranggian tenun songket diharapkan dapat membangkitkan kembali kebanggaan masyarakat Melayu, yang selanjutnya tumbuh menjadi keinginan untuk membina, mengembangkan, dan mengekalkan tenun songket.

Untuk mencapai tujuan tersebut, corak dan ragi tenun serta ragam hias Melayu Riau perlu dijadikan salah satu bahan pelajaran di sekolah-sekolah di Riau mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) sampai dengan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) melalui mata pelajaran Kesenian dan Kesusasteraan, atau paling tidak sebagai materi muatan local.  Jika upaya ini dapat dilaksanakan, maka anak jati Riau sejak diri sudah diperkenalkan dengan salah satu hasil kebudayaan daerah yang tidak saja indah, tetapi juga mengandung nilai dan falsfah yang tinggi.

Buku Di Mana Songket Kakak? ditulis Eva Y. Nukman dan diterbitkan oleh Yayasan Litara pada 2014.

Besok acara penutupan festival Musi.  Semua diminta datang dengan pakaian tradisional, termasuk kak Mila dan teman-temannya.  Namun, songket yang akan dipakai Kak Mila menghilang!  Banyak orang datang ke ruah kami untuk meminjam songket.  Apakah salah seorang dari mereka membawa songket Kak Mila?  Aku akan mencari tahu.

Buku Pendar-Pendar Kilau Pelangi ditulis Herman Jusuf dan diterbitkan oleh PT Livimbi Media pada 2012

Beberapa kawasan di selatan pulau Sumatra seperti Jambi, Bengkulu, Lampung, dan Palembang memiliki kekayaan tenun.  Jambi dan Palembang memiliki songket yang serba gemerlap keemasan. Selain songket, Palembang memiliki limar.  Lampung memiliki kain tapis yang juga berkilauan emas.  Bengkulu mempunyai wastra tenun yang tampak sederhana , tapi tak kalah keindahannya dengan wastra tenun dari daerah lainnya di Nusantara.  Meskipun tampak bersahaja, tetapi kandungan filosofinya sangat luhur.  

Buku Kain Tapis Lampung: Perubahan Fungsi, Motif, dan Makna Simbolis ditulis Lili Hartono dan diterbitkan oleh  pada tahun 2009.

Buku ini mencoba untuk menelusuri dan mengamati eksistensi, perkembangan, dan perubahan seni kerajinan kain tapis Lampung, khususnya pada aspek fungsi, motif dan makna simbolisnya dalam konteks sosial, budaya, dan ekonomi.  Selain itu untuk mengetahui faktor yang mendorong, serta dampak perubahan kain tapis seiring dengan perubahan zaman.  Sehubungan dengan perubahan fungsi, motif dan makna simbolis kain tapis sebagai sebuah produk budaya, maka penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan multidsiplin, dengan harapan dapat menjawab semua permasalahan penelitian.  Perubahan yang diakibatkan faktor dari dalam dapat terjadi karena adanya interpretasi dan persepsi baru masyarakat Lampung, sebagai masyarakat pendukung kain tapis.  Masyarakat Lampung memiliki watak dan sifat keterbukaan terhadap berbagai inovasi, ide-ide, dan kreasi baru.  Sifat keterbukaan ini tercermin dalam prisip masyarakat Lampung, terutama pada unsur nemui nyimah dan nengah nyappur.  Perubahan yang diakibatkan faktor dari luar, umumnya terjadi karena adanya hubungan, komunikasi, dan interaksi sosial dan kultural dengan kebudayaan lain.  Produk seni kerajinan kain tapis Lampung dalam rentang perjalannya mengalami perkembangan dan perubahan, baik secara kuantitas maupun kualitas.  Secara garis besar perubahan yang terjadi pada kain tapis ditandai dengan perubahan fungsinya, dari busana perlengkapan produk upacara adat dan keagamaan menjadi produk komoditas perdagangan.  Motif yang diterapkan pada kain Tapis awalnya mengandung makna simbolis-filosofis yang dalam, namun sekarang makna tersebut sudah dikesampingkan, dan hanya dinilai aspek estetisnya semata.

Perubahan yang terjadi merupakan gejala normal dalam kehidupan manusia. Perubahan produk budaya akan menimbulkan dampak bagi masyarakat pendukungnya, baik menyangkut aspek sosial budaya, maupun aspek sosial ekonomi.  Perubahan yang terjadi pada kain tapis telah mendorong keberadaan kain tapis semakin berkembang, mapan, dan berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat pendukungnya.  

 

 

Bagikan di Media Sosial Anda