Literasi Batik dalam Museum
Tahukah Anda bahwa setiap tanggal 16 Mei diperingati sebagai hari museum? Menurut Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2015 tentang Museum, museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat. Untuk nama, biasanya museum mengacu kepada tema koleksi.
Batik telah menjadi tema Museum Batik Pekalongan. Adapun Museum Jambi memiliki koleksi batik, sebagai bukti sejarah. Lain lagi dengan Museum Tekstil Jakarta. Museum ini menjadi tempat pameran batik dan sekaligus menjadi penerbit buku dokumentasi pameran tersebut.
Ya. Dari museum kita bisa belajar batik, seperti yang dituangkan dalam majalah dan buku koleksi perpustakaan Balai Besar Kerajinan dan Batik berikut ini.
Buku A Royal Treasure: The Javanese Batik Collection of King Chulalongkorn of Siam ditulis Dale Carolyn Gluckman dkk dan diterbitkan oleh Queen Sirikit Museum of Textiles pada 2018.
Berikut sinopsisnya.
Diproduksi dengan mewah dan termasuk kain langka, berusia lebih dari satu abad, terpelihara dengan indah. Pemandangan istimewa dari koleksi kerajaan. Detail desain kain close-up Pada masing-masing dari tiga kunjungannya ke Indonesia, Raja Thailand Chulalongkorn pulang ke Siam dengan potongan batik buatan tangan. Diawetkan oleh biro rumah tangga kerajaan di Grand Palace sejak tahun 1910, tahun wafatnya raja, koleksi berjumlah lebih dari tiga ratus buah dan sekarang menyediakan dokumentasi kunci dari batik yang dibuat di Jawa Barat dan Jawa Tengah selama paruh kedua abad ke-19. Abad dengan banyak barang langka dan indah dari studio terkenal saat itu. Koleksi indah ini dipresentasikan kepada publik untuk pertama kalinya di Museum Tekstil Queen Sirikit di Bangkok pada Oktober 2018. Diterbitkan bertepatan dengan pameran A Royal Treasure. Berisi katalog rinci koleksi dan disempurnakan dengan foto-foto arsip langka dari perjalanan raja, catatan tanda tangan asli yang menunjukkan nama pola dan siapa yang diizinkan memakainya, dan label inventaris istana. Diproduksi secara mewah, dan ditulis serta diteliti oleh para ahli terkemuka di bidangnya, buku ini merupakan kontribusi penting bagi bidang tekstil Indonesia dan pesta visual bagi pecinta tekstil di seluruh dunia.
Buku Mengungkap Pola Nitik Dalam Wastra Batik ditulis Sri Sintasari Iskandar dan diterbitkan oleh Museum Tekstil pada 2013.
Berikut sinopsisnya.
Diterbitkan dalam rangka pameran bertajuk sama dengan judul buku, yang terselenggara atas kerja sama antara Museum Tekstil Jakarta dan Himpunan Wastraprema dalam rangka memperingati hari jadi yang ke-37. Berisi sekilas cerita tentang pembuatan batik dengan ragam hias nitik di tiga daerah yaitu Yogyakarta, Surakarta, dan Pekalongan. Dilengkapi dengan koleksi batik ragam hias nitik dari dua belas orang kolektor yang terdiri dari kain panjang, sarung dan selendang.
Majalah Karya Indonesia Kina edisi Khusus 2013 ini diterbitkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Kementerian Perindustrian.
Pada halaman 68 diinformasikan tentang Museum Batik Pekalongan.
Berikut sinopsisnya.
Pekalongan memiliki sebuah museum batik yang teletak di Jl Jetayu No 1. Sebuah lokasi yang mudah dicapai dengan berbagai macam moda transportasi. Memanfaatkan bangunan yang sebelumnya digunakan sebagai Balai Kota Pekalongan. Bangunan bersejarah ini memiliki beberapa kamar berukuran luas dengan pintu dan jendela besar yang dihiasi dengan koleksi batik dari waktu ke waktu. Hal ini dapat menjadi sumber pembelajaran bagi pengunjung tentang perkembangan batik dan menikmati batik yang diantaranya sudah berusia satu abad. Berbagai macam motif batik, baik desain Pekalongan dan daerah lainnya seperti Sumatra juga melengkapi koleksi yang ada. Dengan segala potensi dan usahanya, museum ini telah menerima penghargaan Cipta Pesona Wisata Award 2012 kategori daya tarik wisata budaya dan unsur pengelolaan dari pemerintah.
.
Buku The Glory of Batik : The Danar Hadi Collection ditulis Judi Achjadi dan diterbitkan PT Batik Danar Hadi pada 2011.
Berikut sinopsisnya.
Buku ini berisi koleksi batik Jawa yang dikumpulkan selama empat puluh tahun oleh H. Santosa Doellah. Koleksi pemilik Danar Hadi ini berjumlah sekitar 10.000 lembar yang terbentang satu setengah abad, dari pertengahan abad ke-19 hingga penerbitan buku ini. Koleksi ditata sedemikian rupa di sebuah kediaman mewah yang berlokasi di pusat Kota Solo, Jawa Tengah. Kediaman ini dibangun untuk seorang pangeran Surakarta pada akhir abad ke-19.
Buku ini tidak hanya mengungkapkan kisah tentang batik itu sendiri, tetapi juga tentang pemilik koleksi dan tempat koleksi yang merupakan salah satu permata arsitektur kota Solo.
Batik Indonesia kembali ke bergema di abad ke-21, menciptakan minat baru bagi para desainer mutakhir dan ditopang oleh kesadaran baru dari masyarakat umum yang mengikuti prasasti UNESCO tentang batik sebagai warisan budaya takbenda umat manusia. Sebuah 'gelombang batik', atau 'kegemaran membatik' telah melanda, mendorong batik menjadi mode sehingga kain kuno ini, yang dipola melalui penggunaan lilin untuk menahan pewarnaan pewarna, telah menjadi ikon Indonesia. identitas nasional dan berkembang menjadi kekuatan komersial. Batik telah menjadi pusat perhatian di dunia mode nasional, meskipun dalam bentuk baru dan modern.
Sebagai generasi keempat pengusaha batik dan menjadi raja kerajaan batiknya sendiri yang dikenal sebagai batik Danar Hadi, H Santosa Doellah tidak hanya mewarisi ketajaman kewirausahaan, tetapi telah mengembangkan rasa hormat dan kecintaan yang mendalam terhadap tradisi kuno yang mengalir di nadi keluarganya . Hal ini juga berlaku untuk istrinya, Danarsih, yang ikut terlibat dalam perdagangan batik sejak masa kuliahnya dan juga tumbuh dikelilingi oleh 'aroma lilin leleh yang memabukkan'. Setelah menghabiskan bertahun-tahun mengamati koleksi ini, memanfaatkan sumber-sumber dan bertualang dari rumah-rumah lelang di London dan Amsterdam, Santosa dan Danarsih akhirnya memutuskan untuk berbagi harta mereka dengan masyarakat luas melalui museum batik sangat indah yang bisa dikatakan museum batik swasta paling lengkap dan terorganisir secara profesional di Indonesia
Buku Batik Creating An Identity ini ditulis Lee Chor Lin dan diterbitkan oleh National Museum Of Singapore pada 2007. Berikut sinopsisnya.
Bagi masyarakat Jawa, batik lebih dari sekedar baju dan sarung. Batik adalah kain ajaib. Pola dan motifnya mengungkapkan berbagai identitas lokal yang merupakan pernyataan kehidupan dan filsafat Jawa. Buku ini, meneliti peran batik dalam konteks sosial dan budaya Indonesia modern dan Singapura, mengekspos pembaca ke berbagai gaya batik yang lazim di masyarakat modern. Buku ini juga menyediakan dokumentasi yang akurat dari perajin batik Indonesia, dan memberikan penghargaan kepada keterampilan teknis dan kreativitas mereka.
Buku Batik Jambi Koleksi Museum Negeri Jambi ditulis Ujang Hariadi dan diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Wilayah Jambi pada 1994.
Berikut sinopsisnya.
Buku ini merupakan usaha Museum Negeri Provinsi Jambi dalam memperkenalkan salah satu hasil kerajinan masyarakat Jambi. Kegiatan ini sejalan dengan fungsi museum sebagai pusat pelestarian warisan budaya yang sekaligus mengomunikasikannya kepada masyarakat. Berisi koleksi batik Jambi dalam bentuk selendang, sarung, kain panjang, tutup kepala, dan destar.