Gambar201


Literasi Batik Melalui Prangko

Oleh Ivone De Carlo

 

Finlay dalam buku berjudul Mengumpulkan Prangko menginformasikan bahwa prangko merupakan alat pembayaran ongkos kirim yang  gagasannya dikembangkan oleh Sir Rowland Hill.  Hal ini merupakan solusi dari kemungkinan orang yang menerima surat menolak untuk membayar ongkos kirim.  Pada masa sebelum prangko ada,  ongkos kirim dibayar oleh orang yang menerima surat.

Untuk menghindari pemakaian prangko lebih dari satu kali, maka dilakukan penngecapan yang mengenai prangko tersebut.  Biasanya pengecapan berisi informasi waktu dan kantor tempat pengiriman surat.  

Awalnya, desain prangko berdasarkan mata uang.  Namun, tak lama kemudian muncul gagasan untuk membuat ilustrasi prangko tentang banyak hal.  Misalnya peristiwa sejarah, pemandangan alam, orang terkenal, hasil industri atau pertanian.  Inilah awal kecenderungan penerbitan prangko bertema.

Khususnya di lingkungan PT Pos Indonesia, penerbitan prangko senantiasa direncanakan setiap tahunnya.  Filatelis dipersilakan menyampaikan usulan tema prangko untuk penerbitan prangko tahun berikutnya.  Umumnya masukan disampaikan menyangkut kekayaan Indonesia yang belum terjamah.

Penerbitan prangko terus berkembang dengan tidak hanya menerbitkan prangko reguler.  Pengumpul prangko dimanjakan dengan minisheet.  Divisi Filateli menyampaikan bahwa minisheet adalah satu atau beberapa seri prangko dalam satu lembar kecil..  

Setelah Indonesia merdeka, batik ditampilkan pada prangko.  Berikut dokumentasinya.

1. Merdeka

Diterbitkan pada 6 Djuli 1949 dengan nominal 2 1/2 sen

Juzri dalam Batik Indonesia Soko Guru Budaya Bangsa menyampaikan bahwa Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno pada waktu itu sangat memperhatikan dan sangat serius mengembangkan batik Indonesia.  Terlihat beliau memerintahkan untuk membuat batik yang membawa pesan persatuan Indonesia, yaitu mengkombinasikan batik motif keraton dengan motif pesisir.   Di samping itu, Bung Karno juga menganjurkan agar mengenakan batik pada setiap upacara tertentu dan setiap daaerah penghasil batik mendirikan koperasi.  Pada 1946, didirikan Gabungan Koperasi Batik Indonesia dengan jumlah anggotanya mencapai 4.350 .

 

2. Visit ASEAN Land

Diterbitkan pada 25 Mei 1971 dengan nominal Rp 20,00

 

Juzri dalam Batik Indonesia Soko Guru Budaya Bangsa mengungkapkan bahwa pada 1968 batik sebagai kemeja bagi kaum pria dan berbusana kebaya batik bagi kaum wanita dicanangkan sebagai pakaian nasional oleh Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu.  Bapak Ali Sadikin juga menetapkan batik sebagai busana wajib bagi jajaran pegawai kantor kota praja, sehingga pada 1970-an batik menjadi busana kebanggaan Kota Jakarta.  Gelora batikisme ini telah menjadikan membatik menjadi bahagian dari ikon Visit Asean Land pada 1971 bersama Rumah Adat Minangkabau dan Angklung.

3. Kebudayaan Indonesia

Diterbitkan pada 9 Oktober 1973 dalam tiga seri dengan nominal Rp 60,00, Rp 80,00,  dan Rp 100,00

 

Parang Rusak

Kusrianto dalam Motif Batik Klasik Legendaris dan Turunannya menyampaikan bahwa Parang Rusak diciptakan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo pada abad ke-17.  Merupakan modifikasi dari motif Parang yang diciptakan satu abad sebelumnya oleh Panembahan Senopati.  Parang Rusak tidak lagi menggunakan mlinjon di antara dua baris motif utama, sebagaimana motif parang sebelumnya.   Namun, hasil modifikasi ini hanya ada pada Parang Barong, menjadi Parang Rusak Barong.  

 

Pagi Sore

Carlo dalam Batikpedia mengungkapkan bahwa pagi sore merupakan sebutan bagi kain panjang yang memiliki dua corak dan dua warna berbeda.  Biasanya dibatasi oleh garis diagonal atau pun lurus yang tidak kelihatan.  Umumnya bila dipakai pada pagi/siang hari, yang ditonjolkan adalah bagian yang berwarna lebih muda.  Sedangkan jika dipakai sore harinya, yang ditonjolkan warna yang lebih tua.  Sehelai kain pagi sore, memungkinkan pemakainya memberi kesan memiliki dua kain yang berbeda.

 

Merak Ngigel

 J.E Jasper dan Mas Pirngadie dalam Seni Kerajinan Pribumi di Hindia Belanda Jilid 3: Batik menginformasikan bahwa ngigel berarti membuat gerakan seperti sedang berlagak.  Terlihat gambar merak dengan ekor yang membentang lebar dengan kepala mendongak ke kanan.

4.Batik Indonesia

Diterbitkan tanggal 12 Oktober 1999  dalam empat seri dengan nominal masing-masing Rp 500,00

 

 

Minisheet Batik Indonesia

Sumber: Dokumen pribadi

 

 

 

a. Batik Ayam Alas Gunung Jati Cirebon

Irianto dalam Makna Simbolik Batik Keraton Cirebon menyampaikan bahwa ketika Sunan Gunung Jati menjadi pengembang agama Islam di Jawa bagian Barat yang berpusat di Cirebon, beliau menggunakan kain bermotif Ayam Alas.  Akibatnya motif Ayam Alas ini sering dihubungkan  dengan Gunung Jati. Ayam Alas sendiri merupakan simbol kepemimpinan.  Pemimpin yang menjadi panutan dengan mengajarkan kebenaran.  .  

b. Batik Fajar Menyinsing, Madura

Sumarsono dalam Batik Garutan mengungkapkan bahwa batik Fajar Ngenyingsing merupakan sebutan untuk ragam hias Merak Ngibing pada batik Madura.   Motif Garutan yang berarti merak menari ini sangat disukai pada 1950-an

c. Batik Parang Rusak Barong, Yogyakarta

Darmokusumo dalam Batik Yogyakarta dan Perjalanannya dari Masa ke Masa menjelaskan bahwa batik Parang Rusak Barong berukuran paling besar, yaitu mempunyai bidang parang lebih dari 8 cm.  Pada zaman dahulu hanya boleh dipakai oleh raja.  Mempunyai makna bahwa raja sebagai pemimpin berusaha  hati-hati, mengendalikan diri (lahir batin), sehingga menjadi pemimpin yang bertanggung jawa, berwatak, dan berperilaku luhur.

d. Batik Merak Ngeram, Jambi

Melukiskan seekor burung merak/koau yang sedang mengerami telornya.  Mengandung arti tanggung jawab, rasa kasih sayang serta ketelatenan seorang ibu terhadap anaknya atau generasi penerusnya.

 

5.Warisan Budaya Tak Benda

Diterbitkan tanggal 29 Maret 2010 dalam dua seri dengan masing-masing nominal Rp 1.000,00 dan Rp 5.000,00

Batik Motif Campuran

Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Batik Yogya menyampaikan bahwa batik motif campuran dimaksudkan untuk mewadahi ragam hias yang tidak termasuk dalam pola geometris dan non geometris.  Pola yang terbentuk, kadang dapat berupa pola geometris dan non geometris seperti ragam hias pinggiran atau gringsing yang disertai dengan hiasan tertentu,  disusun secara beraturan atau acak.  Ragam hias campuran juga digunakan untuk mewadahi ragam hias berupa hewan yang tidak disertai dengan ragam hias tumbuhan dengan pola peletakan tidak beraturan, serta ragam hias pinggiran.

 

Batik Motif Kombinasi

Batik Kombinasi merupakan gabungan dari teknik cap dan tulis.  Merupakan batik cap di mana proses kedua atau sebelum disoga, direntes oleh pembatik tulis sehingga kelihatan seperti ditulis. Hal ini bertujuan untuk mempercepat produksi batik dan keseragaman.

 

6.Kain Tradisional Indonesia

Diterbitkan tanggal 2 Oktober 2011.  Ada dua belas motif batik dengan nominal masing-masing Rp 2.500,00

 

Batik Lasem, Jawa Tengah

Musman dalam Batik: Warisan Adiluhung Nusantara menyampaikan bahwa batik Lasem pernah terkenal dengan warna merah darah ayam yang konon tidak dapat ditiru oleh pembatik dari daerah lain.  Batik Lasem juga dikenal dengan batik Encim, karena awalnya dipakai oleh wanita keturunan Tiongha yang berusia lanjut.  Motif batik Lasem dipengaruhi oleh  budaya Tiongha, budaya lokal masyarakat pesisir utara Jawa Tengah, serta budaya Keraton Solo dan Yogyakarta.   Hal ini terlihat dengan adanya motif kawung, parang, burung Hong dengan kombinasi warna cerah merah, biru, kuning, dan hijau.  

 

Batik Parang Gruda, Daerah Istimewa Yogyakarta

Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Kumpulan Motif Batik Yoya: Parang dan Lereng, menyampaikan bahwa motif Batik Parang Barong Gurdha merupakan pola parang barong dengan hiasan gurdha. Gurdha adalah stilasi dari burung garuda, lambang kuasa dan sumber hidup.  Maka raja yang berkuasa adalah pemimpin, panutan yang berwatak dan berperilaku luhur.  Motif ini adalah busana raja.   

 

Batik Basurek, Bengkulu

Muakhir dalam Ensiklopedia Pariwisata Indonesia: Batik Corak di Indonesia menyampaikan bahwa basurek berarti berkirim surat.  Pada zaman dahulu , batik basurek merupakan cara seseorang menyampaikan pesan kepada orang lain.  Pesan ditulis di atas selembar kain.  Batik Basurek memiliki beberapa motif dasar yaitu kaligrafi Arab, kembang melati, kembang cengkeh, relung paku, burung punai, burung kuaw dll.

 

Batik Mega Mendung, Jawa Barat

Casta dalam Batik Cirebon: Sebuah Pengantar Apresiasi, Motif dan Makna Simboliknya, menjelaskan bahwa motif Mega Mendung merupakan visualisasi dari bentuk awan.  Meniru dari bentuk-bentuk hiasan piring Cina.  Lapisan warna terdiri dari lima samapai tujuh warna yang monokromatik.

 

Batik Madura, Jawa Timur

Batik Madura pertama kali diperkenalkan pada masa Kerajaan Pamekasan di Pamelingan pada abad ke-16 hingga ke-17 Masehi oleh pangeran Ronggosukowati di Keraton Mandilaras. Secara umum, motif batik Madura menggunakan warna merah, kuning dan hijau yang cerah. Gambar yang ditampilkan terutama bunga dan daun. Coraknya berupa titik-titik putih yang menyerupai butiran garam khas Pulau Madura. Wilayah pembuatan Batik Madura berpusat berpusat di BangkalanPamekasan, dan Sumenep (Wikipedia)

 

Batik Sasambo, Nusa Tenggara Barat

Kata Sasambo diambil dari tiga etnis yang mendiami provinsi NTB yaitu Sasak di Lombok, Samawa di Sumbawa, dan Mbojo di Bima.

Motif batik Sasambo yang paling terkenal adalah motif kangkung yang berwarna merah dan berpadu warna kuning keemasan. Motif ini mengambil inspirasi makanan khas di Lombok yaitu pelecing kangkung. Bentuk motif batik sasambo lainnya adalah made sahe (mata sapi), kakando (tunas bambu), dan uma lengge (rumah tradional dengan kubah yang menyerupai kerucut). (Wikipedia)

 

Batik Papua, Papua

Dalam rangka ikut mengembangkan batik Papua, Salma  telah melakukan diversifikasi desain motif batik Papua dengan mengambil ide dari piranti tradisi masyarakat Papua seperti alat-alat tradisional yang biasa digunakan mereka ketika di rumah, saat bekerja, berperang, dan berkesenian. Dihasilkan enam motif batik yaitu Honai Besar, Honai Kecil, Tifa Besar, Tifa Kecil, Tambal Ukir Besar, dan Tambal Ukir Kecil.

 

Batik Papua Barat, Papua Barat

Dari situs iwarebatik.org diinformasikan bahwa batik yang paling terkenal di Papua Barat adalah  batik Raja Ampat. Umumnya, motif khas Papua Barat sebagian besar mirip dengan yang dikembangkan di Provinsi Papua. Motif-motif yang cenderung mewakili pemandangan alam seperti terumbu karang Raja Ampat yang terkenal dan taman laut.

 

Batik Bongbong, Riau Kepulauan

Batik Gonggong adalah batik yang bermotif gonggong, hewan laut yang bentuknya mirip dengan keong atau siput. Jenis hewan ini banyak ditemukan di wilayah Kepulauan Riau.  Motif inilah yang menjadi inspirasi munculnya batik Gonggong.

 

 

Batik Angso Duo, Jambi

Motif ini merupakan representatif dari legenda Angso Duo.  Pada zaman dahulu kala,  Putri Mayang Mangurai dan Orang Kayo Hitam melepas sepasang angsa yang konon dipercaya dapat menuntun mereka untuk  mencari tempat tinggal baru yang sekarang dikenal dengan Kota Jambi. 

 

Batik Ternate, Maluku Utara

Muakhir dalam Ensiklopedia Pariwisata Indonesia: Batik Corak di Indonesia menyampaikan bahwa Ternate merupakan salah satu daerah di Maluku Utara yang batiknya cukup terkenal.  Kebanyakan batik yang berasal dari Ternate berwarna cerah seperti merah, biru, hijau, dan kuning.  Motif-motif yang khas dari daerah ini adalah motif hasil bumi Maluku yang sangat terkenal yaitu tanaman cengkeh dan pala. Batik Ternate juga mempunyai ciri khas lainnya yaitu menggambarkan lingkungan sekitar denga jelas.

 

Batik Betawi, Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Carlo dalam Batikpedia menginformasikan bahwa batik Betawi umumnya berupa kain panjang yang dibuat dengan teknik cap.  Bisa dikatakan batik ini tidak memiliki ciri tertentu, karena sifatnya komersial dan dibuat berdasarkan permintaan pasar atau pesanan.  Terkadang menggunakan motif dan ciri batik Solo, Yogyakarta, Pekalongan, Laseman, dan Ciamisan.   Belakangan ini banyak menggambarkan motif ondel-ondel, Monumen Nasional, dan flora fauna yang terdapat di Jakarta  Biasanya diberi kepala bermotif pucuk rebung dan berwarna mencolok.

 

7.Kebudayaan

Diterbitkan tanggal 18 Juni 2012.

Terdiri dari enam prangko dengan nominal Rp 5000,00 dan satu nominal Rp 20.000,00

 

 

Minisheet

Sumber: Dokumen pribadi

 

Sumarsono dalam Batik Garutan menyampaikan bahwa Garutan adalah istilah untuk menyebut kain batik yang dihasilkan di daerah Garut, Jawa Barat, maupun yang dibuat di daerah lain dengan ciri-ciri yang khas garutan.  Ciri yang paling khas adalah warna latar  gumading, yaitu kuning gading, walaupun ada sebagian kecil garutan yang latarnya berwarna lain.  Sering kali latar garutan dibiarkan polos.  Kalaupun ada latar yang diberi hiasan, maka motifnya tidak njlimet.  Banyak garutan yang memiliki perpaduan warna-warna lembut, sehingga memberi kesan manis.  Boleh dikatakan keindahan garutan justru terletak pada kesederhanannya.

Ragam hias garutan tidak menyandang makna yang sakral dan boleh dikenakan oleh kaum menak (ningrat) maupun rakyat biasa.  Banyak memiliki nama-nama yang menarik dan kadang-kadang kocak.  Umpamanya saja lereng camat (karena pertama kali dipesan oleh istri seorang camat), lereng peuteuy (petai), motif pegat maru (putus hubungan dengan madu), dan merak ngibing (merak menari)

a. Kerikil

b. Cupat Manggu

Sumarsono dalam Batik Garutan menginformasikan bahwa corak Cupat Manggu meruapakan corak andalan di Garut yang ditemukan juga di daerah lain.  Cupat manggu artinya bagian bawah buah manggis yang menunjukkan jumlah isi buah manggis.  

c. Rereng Doktor

Djoemena dalam Ungkapan Sehelai Batik menyampaikan bahwa  seringkali nama ragam hias diambil dari si pemesan.  Seperti rereng dokter.  Dinamakan demikian karena menurut cerita, ragam hias ini untuk pertama kalinya dibuat atas pesanan seorang istri dokter.

d. Rereng Keris

Sumarsono mengungkapkan dalam Batik Garutan bahwa rereng adalah adopsi dari motif Parang dari Solo dan Yogya.  Namun bentuknya sudah disesuaikan dengan selera setempat dan mendapat nama-nama yang menarik.  Salah satunya adalah Rereng Keris

e. Sida Mukti

Sumarsono dalam Batik Garutan menjelaskan bahwa motif Sidomukti ini menunjukkan pengaruh Solo-Yogya.  Banyak yang nama dan bentuknya disesuaikan dengan selera setempat.  

f. Sapu Jagat

Adi Kusrianto dalam Motif Batik Klasik dan Turunannya menyampaikan bahwa motif ini muncul sebagai pengembangan dari motif Sekar Jagad yang telah tercipta sejak era batik Majapahit.  Motif Sapu Jagad juga memiliki berbagai ornamen dan motif-motif klasik yang sudah ada.  Terdiri dari bangunan/candi, kupu-kupu, truntum, kawung, dan ragam hias ukel yang menjadi latar belakang.

g. Rereng Siki Bonte

Sumarsono dalam Batik Garutan menginformasikan bahwa Siki Bonteng adalah biji mentimun.

 

8. 40 tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Kolombia 1980-2020.

Diterbitkan tanggal 15 September 2020

Terdiri dari satu prangko dengan nominal Rp 5.000,00

Pradito dalam The Dancing Peacock: Colours and Motifs of Priangan Batik menyampaikan bahwa untuk menghasilkan batik tulis, proses pembubuhan malam  dilakukan dengan menggunakan canting tulis.  Proses tersebut membutuhkan keterampilan tangan yang tinggi, dan biasanya dipelajari secara turun temurun.  Dengan demikian kegiatan membatik tergolong sebagai perilaku tradisi budaya, sehingga batik menjadi bagian dari kekayaan warisan budaya.

 

 

 

Bagikan di Media Sosial Anda